BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana telah kita
ketahui bahwa komponen utama agama Islam adalah akidah,
syari’ah, dan akhlak. Penggolongan itu didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad
kepada Malaikat Jibril di depan para sahabatnya mengenai arti Islam, iman, dan ihsan
yang ditanyakan Jibril kepada beliau.
Setiap muslim meyakini, bahwa Allah adalah sumber segala
sumber dalam kehidupannya. Allah adalah pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya, Allah
adalah pengatur alam semestayang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah
dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga
manakala hal seperti ini mengakar dalam
diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realitabahwa Allah-lah
yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak.Jika kita perhatikan,
akhlak terhadap Allahini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap
siapapun yang ada dimuka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif
terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap
siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah
terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan
akhlak terhadap orang lain.
Segala perbuatan yang dilakukan manusia tidak terlepas dari konsep akhlak.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ruang lingkup akhlak sangat luas. Kata
akhlak memiliki kemiripan makna dengan etika, moral, dan budi pekerti, sehingga
makna akhlak sering disamakan dengan etika, moral, dan budi pekerti.
Ruang lingkup akhlak dalam pandangan syariat Islam sangat luas. Akhlak
tidak hanya membahas masalah etika pergaulan dan sopan santun saja, tetapi
meliputi pola pikir, selera, pandangan, sikap, perilaku, kecenderungan, dan
keinginan yang ada pada seseorang.
Dalam Islam, akhlak mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Selain terkait
dengan muamalah, akhlak dalam Islam juga meliputi masalah ibadah, sosial,
hukum, dan lain-lain. Salah satu contohnya, yaitu akhlak terhadap Allah swt.
Misalnya, adanya kewajiban menjalankan rukun Islam dan rukun iman. Ketika sudah
melaksanakan syahadat, salat, dan puasa, berarti kita dikatakan berakhlak
terhadap Allah swt.
B. Rumusan Masalah
Apa
sajakah yang termasuk dalam Akhlak ?
C. Tujuan
Untuk
mengetahui perbuatan apa saja yang termasuk Akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Dalam etimologi, akhlak adalah kebiasaan atau
perbuatan.
Menurut Prof.
Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak adalah kebiasaan, kehendak. Di dalam
Ensiklopedi Pendidikan disebutkan bahwa akhlak adalah budi pekerti, watak,
kesusilaan yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya
dan terhadap sesama manusia.
Sedangkan
akhlak menurut Iman Al-Ghozaly, Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan.
Jadi pada
hakekatnya Akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah menetap dalam jiwa
dan kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara
spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa pemikiran.
B. Syarat dan Pembagian Akhlak
Ø Suatu perbuatan baru dapat disebut sebagai cerminan
akhlak, jika memenuhi syarat :
1. Dilakukan berulang-ulang sehingga hampir menjadi suatu kebiasaan.
2. Timbul dengan sendirinya, tanpa pertimbangan yang lama dan di pikir-pikir terlebih dahulu.
1. Dilakukan berulang-ulang sehingga hampir menjadi suatu kebiasaan.
2. Timbul dengan sendirinya, tanpa pertimbangan yang lama dan di pikir-pikir terlebih dahulu.
Secara garis
besar akhlak dibagi dua, yaitu :
1.
Akhlak terhadap Allah SWT.
2.
Akhlak terhadap makhluk (semua ciptaan Allah
SWT.)
Akhlak terhadap
makhluk dapat dibagi dua, yaitu :
1.
Akhlak terhadap manusia
2.
Akhlak terhadap bukan manusia
Akhlak
terhadap manusia dibagi dua, yaitu :
1.
Akhlak terhadap diri sendiri
2.
Akhlak terhadap orang lain
Akhlak
terhadap bukan manusia dibagi dua, yaitu :
1.
Akhlak terhadap makhluk hidup bukan manusia,
seperti akhlak terhadap tumbuhtumbuhan
2.
Akhlak terhadap makhluk (mati) bukan manusia, seperti
akhlak terhadap tanah, air, udara dsb. Akhlak terhadap manusia dan bukan
manusia, kini disebut akhlak terhadap lingkungan hidup.
C. Akhlak Kepada Allah
Akhlak
kepada Allah (Muamalat ma Allah) dapat
diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia
sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai sang khalik. Allah berfirman dalam Al-Qur’an “Tidak diciptakan Jin dan Manusia Melainkan untuk Beribadah”.
Ada empat alasan,
sehingga manusia perlu berakhlak kepada allah swt yaitu :
Pertama
karena Allah-lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang
punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam
surat At-Thariq ayat 5-7.
فلينظرالانسان مم خلق(٥) خلق من ماء دافق(٦) يخرج من بين الصلب والترائب(٧)
Artinya : (5)
"Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6).
Dia tercipta dari air yang terpancar, (7). yang terpancar dari tulang sulbi dan
tulang dada.
Kedua
karena Allah-lah yang telah memberikan kelengkapan panca indra, berupa
pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari. Disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna
kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78.
والله اخرجكم من بطون امها تكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع والا بصار والا فئدة لعلكم تشكرون
Artinya:
"Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati,
agar kamu bersyukur. ( Q.S an-Nahal : 78)
Ketiga
Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh
tumbuhan, air, udara, binatang ternak, dan lain lain. Firman Allah
dalam surat al-Jatsiyah ayat 12-13.
( الله الذي سخرلكم البحر لتجري الفلك فيه بامره ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون (١٢
و سخرلكم ما في السموات وما في الارض جميعا منه ان في ذلك لايت لقوم يتفكرون
(الجا ثية: ١٢-١٣)
Artinya: (12) "Allah-lah yang menundukkan lautan untuk kamu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, supaya kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (13), "Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu yang berpikir.(Q.S al-Jatsiyah :12-13 ).
Keempat
, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai
daratan dan lautan. Firman Allah
dalam surat Al-Israa' ayat, 70.
ولقد كرمنا بني ادم وحملنهم في البر والبحر ورزقنهم من طيبت وفضلنهم على كثيرممن خلقنا تفضيلا (الاسراء٧٠
Artinya:
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut
mereka dari daratan dan lautan, Kami beri mereka dari rizki yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan. (Q.S al-Israa : 70).
v Akhlak kepada
Allah SWT terbagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Akhlak baik
atau terpuji yakni perbuatan baik kepada Allah SWT.
2. Ahklak buruk
atau tercela yakni perbuatan buruk terhadap Allah SWT.
1. Akhlak Baik terhadap Allah SWT. antara lain :
a. Al-Hubb, yaitu mencintai
Allah SWT. melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan
firman-Nya dalam Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan. Kecintaan kita
kepada Allah SWT. diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah dan
menjauhi segala larangan-Nya.
b. Al-Raja, yaitu mengharapkan
karunia dan berusaha memperoleh keridhaan Allah SWT. Atau rasa dan sikap yang
penuh keyakinan bahwa Allah SWT adalah tempat segala harap. Sikap raja atau
hidup yang optimis dan penuh harap sangat penting bagi manusia sebab kehidupan
di dunia ini penuh cobaan. Dan sikap raja harus dimanifestasikan dalam
kehidupan yang penuh optimis dan harus diwujudkan dalam ikhtiar dan doa karena
segala amal tidak akan sia-sia dihadapan Allah SWT.
c. As-Syukr, yaitu menyatakan
terimah kasih dan mensyukuri segala nikmat dan karunia Allah SWT yang
diterimanya dalam bentuk ucapan maupun tindakan. Karena dengan bersyukur kita
akan terhindar dari kufur yang akan membawa malapetaka dalam kehidupan kita.
d. Qana’ah, yaitu menerima
dengna ikhlas semua qadha dan qadhar Allah SWT. Setelah berikhtiar maksimal
(sebanyak-banyaknya, hingga batas tertinggi). Dan sifat Qona’ah ini merupakan
sikap lanjut dari Al-Hubb dan hendaknya manusia tidak keberatan dalam
melaksanakan perintah-perintah Allah SWT.
e. Taqwa,
yaitu melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi segala larangannya baik secara sembunyi maupun terang-terangan
f. At-Taubat, yaitu bertaubat
hanya kepada Allah SWT. Taubat yang paling tinggi adalah taubat nasuha yaitu
taubat benar-benar taubat, tidak lagi melakukan perbuatan sama yang dilarang
Allah SWT. dan dengan tertib melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya.
g. Tawakal, yaitu
mempercayakan diri kepada Allah SWT dalam melaksanakan suatu rencana, bersandar
kepada kekuatannya dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Akhlak
buruk terhadap Allah, antara lain :
a. Takabbur (Al-Kibru),
yaitu sikap yang menyombongkan diri, sehingga
tidak mau mengakui kekuasaan Allah SWT di alam ini, termasuk mengingkari nikmat
Allah SWT yang ada padanya.
b. Musyrik (Alk-Syirk), yaitu sikap yang mempersekutukan Allah SWT dengan
makhluk-Nya, dengan cara menganggapnya bahwa ada suatu makhluk yang menyamai kekuasaan-Nya.
c.
Murtad (Ar-Riddah),
yaitu sikap yang meninggalkan atau keluar dari
agama Islam, untuk menjadi kafir.
d.
Munafiq (An-Nifaaq),
yaitu sikap yang menampilkan dirinya
bertentangan dengan kemauan hatinya dalam kehidupan beragama.
e.
Riya’ (Ar-Riyaa’),
yaitu sikap yang selalu menunjuk-nunjukkan
perbuatan baik yang dilakukannya. Maka ia berbuat bukan karena Allah SWT.
melainkan hanya ingin dipuji oleh
sesama manusia. Jadi perbuatan ini kebalikan dari sikap ikhlas.
f.
Boros atau Berfoya-foya (Al-Israaf),
yaitu perbuatan yang selalu melampaui
batas-batas ketentuan agama. Allah SWT melarang bersikap boros, karena hal itu
dapat melakukan dosa terhadap-Nya, merusak perekonomian manusia, merusak
hubungan sosial dan merusak diri sendiri.
g.
Rakus atau Tamak (Al-Hirshu
atau Ath-Thama’u), yaitu sikap yang tidak pernah
merasa cukup, sehingga selalu ingin menambah apa yang seharusnya ia miliki,
tanpa memperhatikan orang lain. Hal ini termasuk kebalikan dari rasa cukup
(Al-Qanaa’ah) dan merupakan akhlak buruk terhadap Allah SWT. karena melanggar
ketentuan larangan-Nya.
D. Akhlak Terhadap Makhluk
1.
Akhlak Baik terhadap Manusia, diantaranya :
Ø Akhlak
terhadap Rasulullah (Nabi Muhammad SAW.), diantaranya :
1.
Mencintai Rasulullah SAW. secara tulus dengan
mengikuti semua sunnahnya.
2.
Menjadikan Rasulullah SAW. sebagai idola,
suri teladan dalam hidup dan kehidupan.
3.
Menjalankan apa yang disuruh-Nya, tidak
melakukan apa yang dilarang-Nya.
Ø Akhlak
terhadap Orang Tua (birrul walidain)
Akhlak kepada
orang tua didasarkan pada surat al-Isra ayat 23-24: Dan Rabbmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah :’Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Dari ayat di atas terlihat jelas bagaimana penting dan besarnya arti diri
orang tua di sisi Allah SWT. Jika beribadah kepada Allah wajib maka berbakti
kepada kedua orang tua juga wajib. Sebaliknya, kalau ingkar kepada-Nya adalah
dosa besar, begitu pula durhaka kepada orang tua. Dan berbuat baik kepada orang
tua bukan hanya semasa hidupnya akan tetapi sampai matipun anak tetap wajib
berbakti kepada mereka.
Sekiranya suatu saat usia mereka sudah diambang senja, janganlah kita
menghardik, mencaci, memukul, serta perbuatan-perbuatan keji lainnya,
mengucapkan kata “ah” saja terlarang sebagaiman dalam ayat diatas apalagi
perbuatan-perbuatan yang lebih daripada itu. Dan yang patut dilakukan adalah
berbicara kepada mereka dengan lemah lembut, sikap rendah diri, suara tidak
melebihi suara mereka, dan itu semua adalah ahlak utama seorang anak.
Abu Dawud meriwayat suatu hadis: "Bahwa seorang laki-laki yang berasal
dari Yaman hijrah ke Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam. Ia berkata : ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku sekarang sudah hijrah!’ Beliau bertanya ‘Sudahkah
mereka memberimu izin ?’ jawabnya : ‘Belum’ sabda Beliau, ‘Pulanglah dan minta
ijinlah kamu kepada mereka. Kalau sekiranya mereka memberimu izin, silahkan
berjuang. Tetapi kalau tidak, berbuat baiklah kamu kepada mereka.”
Di sini agama Islam meletakkan keagungan orang tua dihadapan anak-anaknya
dalam rangka berbakti dan berjuang di jalan Allah. Bukan semata-mata jihad
kemudian orang tua ditinggalkan begitu saja tanpa dimintai izin sama sekali.
Bahakan berangkat ke medan peperangan dinomorduakan jika memang belum memenuhi
kebaktiannya kepada orang tua. Dalam sebuah riwayat Imam Muslim disebutkan: “Rugilah,
rugi sekali, rugi sekali, seseorang yang mendapati salah seorang dari kedua
orang tuanya atau kedua-duanya sewaktu mereka sudah diambang senja, dan tidak
memasukkan ia kedalam surga “
Sungguh sayang bahwa orang tua masih ada, apalagi sudah tua yang seharusnya
dapat memasukkan dia kedalam surga, tetapi ternyata tidak dapat memasukkan dia
ke dalam surga dikarenakan durhaka kepada mereka dan tidak berbakti kepada
mereka. Betapa banyak manusia-manusia yang sampai begitu tega tidak menghormati
orang tuanya bahkan memperlakukan mereka dengan perlakuan yang kasar dan
menganggap mereka bagaikan pembantu rumah tangga yang siap melayani tuannya.
Sungguh ironis sekali orang tua yang telah mendidik dan mengasuh anaknya dengan
sekuat tenaga, ternyata sesudah besar begitu saja balas budinya.
Memperlakukan orang tua dengan baik termasuk amalan besar dan yang paling
dicintai oleh Allah. Dari Abdullah bin Mas’ud: “Aku pernah bertanya kepada
nabi Salallahu Alaihi Wa Salam: ‘Amal yang manakah yang paling dicintai oleh
Allah ?’ Jawab beliau :’Shalat pada waktunya’. Aku bertanya lagi:’Kemudian amal
apa ?’ Jawab beliau :’’Berbuat baik pada orang tua’. Aku bertanya kagi:’Sesudah
itu amal apa?’ Jawab beliau :’Jihad di jalan Allah”(HR Bukhari Muslim).
Dalam hal berbuat kebaikan kepada orang tua, memang sepantasnya ibu lebih
banyak dicurahkan. Ini mengingat kerja payahnya semenjak ia mengandung sampai
melahirkan ditambah lagi memenuhi semua keperluannya tidak pernah merasa bosan
dan lelah. Dari Abu Hurairah: “Telah datang seorang laki-laki menghadap
Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam lalu bertanya :’Wahai Rasulullah siapakah
yang paling berhak aku pergauli dengan cara bagus ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’.
Kemudian ia bertanya lagi ‘Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. ia
bertanya lagi:’Sesudah itu siapa ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. Ia bertanya lagi
:’Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Bapakmu!”(HR Bukhari Muslim
Dan termasuk dosa besar bila seorang anak berbuat durhaka kepada orang
tuanya. Rasulullah bersabda: “Termasuk dosa besar ialah seorang yang mencaci
maki orang tuanya. Seseorang lalu bertanya:’Mungkinkah ada seseorang mencaci
maki orang tuanya?’ Jawab beliau :’Ada! Dia mencaci maki bapak seseorang lalu
orang itu membalas memaki bapaknya. Dia mencaci maki ibu seseorang lalu orang
itu membalas memaki ibunya”(HR Bukhari Muslim).
Namun bagaiman bila orang tua kita bermaksiat dan musyrik kepada Allah,
apakah kita tetap harus berbuat baik terhadap mereka? Islam memang menganjurkan
untuk berbuat baik kepada orang tua secara umum, tetapi perlu diingat jika
orang tua memaksakan kehendaknya untuk bermaksiat kepada Allah, maka hendaknya
ditolak dengan lemah lembut dan penuh kesopanan. Dalam surat Luqman ayat 15
dijelaskan: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kamu kembali, maka
Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Nash Al-Qur'an tersebut diperkuat oleh hadis riwayat Imam Muslim: “Mendengar
dan mentaati itu wajib bagi seorang muslim, menyangkut apa yang ia cintai
maupun apa yang ia benci, selagi tidak disuruh untuk urusan maksiat. Kalau
diperintah untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak ada ketaatan”.
Contoh akhlak terhadap kedua orang tua adalah :
1.
Mencintai mereka melebihi cinta kepada
kerabat lainnya.
2.
Merendahkan diri kepada keduanya diiringi
perasaan kasih sayang.
3.
Berkomunikasi dengan orang tua dengan hikmat,
mempergunakan kata-kata lemah lembut.
4.
Berbuat baik kepada bapak-ibu dengan
sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya, tidak menyinggung perasaan
dan menyakiti hatinya, membuat bapak-ibu ridha.
5.
Mendo’akan keselamatan dan keampunan bagi
mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.
Ø Akhlak
terhadap Diri Sendiri, diantaranya :
1.
Memelihara kesucian diri.
2.
Menutup aurat (bagian tubuh yang tidak boleh
kelihatan, menurut hukum dan akhlak Islam).
3.
Jujur dalam perkataan dan berbuat ikhlas serta rendah
diri.
4.
Malu melakukan perbuatan jahat.
5.
Menjauhi dengki dan menjauhi dendam.
6.
Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain.
7.
Menjauhi segala perkataan dan perbuatan sia-sia.
Ø Akhlak terhadap Keluarga, diantaranya :
1. Sering
bersilaturahim ke kerabat
Tidak kurang
banyaknya dalil yang menganjurkan silaturahim kepada kerabat dekat baik dari
al-Qur'an ataupun hadis Rasulullah Saw. Allah berfirman: "Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri", (Q.S. an-Nisa': 36)
Sedangkan dalam
hadis Rasulullah Saw. dikatakan, "Barang siapa yang ingin dilapangkan
rizkinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaknya dia menyambung tali
silaturrahim." (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
2. Mengetahui
silsilah atau nasab kerabat
Pentingnya
mengetahui dan menelusuri jalur nasab ini, pernah ditegaskan oleh Rasulullah
saw.,"Pelajarilah nasab agar kamu dapat mengeratkan tali
persaudaraanmu. Sebab bersilaturahim dapat menumbuhkan rasa cinta kasih dalam
kekeluargaan, menambah kelapangan rizki, dan memperpanjang umur" (H.R
al-Tirmidzi)
3. Berbuat baik
kepada kerabat
Menyinggung
masalah tersebut, Allah menegaskan demikian: "Mereka bertanya tentang
apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan
hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa
saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya" (QS
al-Baqarah: 215)
4.
Berlaku adil
Walaupun Islam
mengajarkan perhatian penuh dan berbuat baik kepada kerabat, tetapi sebagai
perimbangan, Islam juga menyerukan kepada kita untuk berlaku adil kepada kerabat.Artinya,
kalau memang kerabat kita berbuat salah sudah selayaknya kita berlakukan hukum
dengan semestinya. Bukan perbuatan yang benar kalau kita membela mati matian
kerabat dengan mencari kambing hitam kepada orang lain karena kedekatan kita
dengannya.
Allah
menggariskan kepada kita perlakuan adil, bahkan kepada orang terdekat sekalipun
dalam ayat: "Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku
adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah yang demikian
itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat" (Q.S. al-Anam: 152).
Ø Akhlak terhadap Tetangga, diantaranya :
1.
Mengenal tetangga
Kita sebagai
orang yang hidup dalam sebuah komunitas masyarakat perkotaan akan dihadapkan
pada kenyataan kehidupan yang individualistik. Hidup sendiri-sendiri, tidak
saling mengenal.Dalam konteks seperti ini, tidak mengherankan bila kemudian
antartetangga tidak saling mengenal.Karena mereka sibuk dengan urusan
masing-masing.
Padahal masalah
bertetangga ini bagi seorang muslim sangatlah krusial. Tidak bisa dipandang
sebelah mata. Hadis Rasulullah saw. di atas yang menganalogikan hubungan
tetangga dengan hubungan saudara patut kita renungkan bersama. Karena itu,
sudah sepantasnya kita pun senantiasa bisa minimal mengenal tetangga dan bersilaturahim
padanya. Himbauan untuk saling mengenal ini termaktub secara eksplisit dalam
Al-Qur'an: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurat
[49]:13)
2.
Berbuat baik kepada tetangga
Dalam
hal ini, Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari kiamat, maka janganlah menyakiti tetangganya. Dan barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaknya dia berkata benar atau diam
saja." (H.R. al-Bukhari)
Sabda
Rasulullah SAW di atas merupakan pelajaran berharga kepada kita semua. Salah
satunya, perlakuan kita terhadap tetangga akan mendatangkan tindakan serupa
dari pihak tetangga. Kalau kita memperlakukan tetangga dengan baik, maka mereka
pun akan memperlakukan kita dengan baik, dan bahkan bisa lebih baik lagi.
Nyaris tidak mungkin, bila kita menumpahkan kebaikan, namun mereka malah
membalasnya dengan keburukan. Akan tetapi, jika kita memperlakukan mereka
dengan buruk dan jahat, maka jangan harap mereka akan memperlakukan kita dengan
baik. Artinya perbuatan kita kepada mereka akan terefleksi pada perbuatan
mereka kepada kita. Apa yang kita tabur, maka itulah yang akan kita panen.
3.
Menjaga hubungan baik dengan tetangga
Perilaku
ini juga ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya, “Apakah kamu
mengetahui hak tetangga?Hak tetangga adalah jika dia meminta pertolongan
kepadamu, maka kamu menolongnya.Jika dia ingin meminjam sesuatu darimu, maka
engkau pun meminjaminya.Jika dia berhajat, kamu membantunya.Apabila dia sakit,
kamu menjenguknya.Apabila dia mati, kamu mengiring jenazahnya. Jika dia
mendapatkan karunia nikmat, kamu memberikan salam atau selamat kepadanya. Jika
dia mendapat bencana, kamu hibur batinnya. Jangan engkau meninggikan rumahmu
melebihi rumahnya, sehingga menghalanginya dari mendapatkan angin segar kecuali
dengan izinnya. Dan jika kamu membeli buah-buahan, maka hadiahkanlah
kepadanya.Dan kalau tidak bisa menghadiahkan, maka masukkan buah-buaban itu ke
rumah dengan sembunyi-sembunyi.Dan janganlah anak-anakmu itu membawa keluar
buah-buahan itu untuk memanaskan hati anak tetanggamu.Dan janganlah kamu
menyakitinya dengan bau periukmu, kecuali memberikan barang sedikit
kepadanya." (HR. al-Kharaiti)
4.
Memberikan rasa aman kepada tetangga
Hal
ini juga ditandaskan oleh Rasulullah Saw.dalam sabdanya, "Demi Allah,
tidak Islam seorang hamba sehingga selamat semua orang dan gangguan hati tangan
dan lisannya. Dan tidak beriman seorang hamba sehingga aman tetangganya dari
gangguannya".Sahabat bertanya, “Apakah gangguan-gangguan itu, wahai
Rasulullah Saw?'Beliau bersabda, "Tipuan dan aniaya." (H.R. Abu
al-Laits as-Samarkandi)
Dalam
hadis lain, Rasulullah saw. juga mengecam keras siapa pun yang mengganggu
tetangganya sehingga tetangganya seolah tidak memiliki rasa aman dalam
kehidupannya sehari-hari, "Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak
beriman, dan demi Allah tidak beriman". Para sahabat bertanya,
"Siapakah yang tidak beriman itu, ya Rasulullah?'Beliau menjawab,
"Dialah orang yang para tetangganya tidak merasa aman dari
gangguannya" (HR. al-Bukhari dan Muslim).
5.
Bersabar terhadap perilaku tetangga yang kurang baik
Dalam kehidupan bertetangga
sepatutnya masing-masing tetangga bisa memosisikan dirinya secara tepat dan
baik.Seorang tetangga mestinya bisa berlaku baik kepada tetangganya.Kebaikan
dari seorang tetangga seharusnya dibalas dengan kebaikan pula. Air susu dibalas
air susu. Begitu pula, jika tetangga berwatak tercela, mayoritas pembalasan
dari tetangga pun juga tercela. Air tuba dibalas air tuba. Akan tetapi alangkah
paling baik kalau kita sebagai seorang muslim bisa membalas air tuba dengan air
susu.
Ø Akhlak terhadap Kawan
1. Mengasihi
dan berbuat baik kepada teman
Allah
berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
(Q.S. an-Nisa': 36)
2. Saling
menasehati
Allah
berfiman: “Demi masa. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian.Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”(Q.S. al-'Ashr: 1-3)
3.
Membantu teman.
Tidak
selamanya orang itu berada dalam kondisi kecukupan dan kelebihan. Suatu masa
dia pasti mengalami kekurangan yang membutuhkan uluran tangan orang lain. Maka,
di sini peran teman lainnya sangat dibutuhkan. Entah itu bantuan berupa materi
seperti uang, misalnya, ataupun bantuan nonmateri seperti dorongan dan dukungan
ataupun doa. Akhlak Islam juga mengajarkan bahwa orang yang susah harus dibantu
dengan sekuat tenaga.
4.
Kesetiakawanan
5.
Mendamaikan teman yang sedang
berselisih
Dalam
kitab Riyad ash-Salihin, Rasulullah Saw bersabda: “Setiap orang yang
mendamaikan orang lain yang berseteru, maka baginya pahala sedekah setiap hari
pada saat matahari terbit di mana dia bisa mengkompromikan antara dua orang
dengan adil” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
6. Toleransi kepada
teman
Dalam
konteks kehidupan bermasyarakat di Indonesia yang begitu majemuk, tidak semua
teman yang kita punya tergabung dalam satu agama dengan kita.Adakalanya teman
kita juga berasal dari orang yang tidak satu agama. Dalam hal ini Islam
menggariskan akhlak toleransi kepada teman yang tidak muslim, karena memang
agama itu tidak dapat dipaksakan kepada orang lain. Masing-masing orang
mempunyai hak untuk memilih agama sekehendak hatinya. Allah berfirman:
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (Q.S. al-Kafirun: 6)
Ø Akhlak terhadap Masyarakat, diantaranya :
1.
Memuliakan tamu.
2.
Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
bersangkutan.
3.
Saling menolong dalam melakukn kebajikan dan taqwa.
4.
Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri
berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan orang
lain melakukan perbuatan jahat (mungkar).
5.
Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup
dan kehidupannya.
6.
Bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan
bersama.
7.
Mentaati putusan yang telah diambil.
8.
Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan
yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita.
9.
Menepati janji.
Ø Akhlak terhadap Non-Muslim
1.
Menghormati
keyakinan non muslim.
2.
Larangan menghina
sesembahan non muslim.
3.
Toleransi pada
keyakinan masing-masing.
4.
Tolong menolong dan
bekerja sama dengan non muslim.
5.
Senantiasa berbuat
adil.
6.
Larangan menzalimi
dan melanggar hak non muslim.
7.
Mengunjungi non
muslim yang sakit dan mendoakannya.
8.
Menghormati jenazah
non muslim.
2.
Akhlak
buruk terhadap Manusia
1. Mudah marah (Al-Ghadhab),
yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak
dapat ditahan oleh kesadarannya, sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang
tidak menyenangkan orang lain.
2. Iri hati atau dengki (Al-Hasadu
atau Al-Hiqdu), yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu
mengingingkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama
sekali.
3. Mengadu-adu (An-Namiimah), yaitu perilaku yang suka memindahkan perkataan
seseorang kepada orang lain, dengan maksud agar hubungan sosial keduanya rusak.
4. Mengumpat (Al-Ghiibah),
yaitu perilaku yang suka membicarakan
keburukan seseorang kepada orang lain.
5. Bersikap congkak (Al-Ash’aru),
yaitu sikap dan perilaku yang menampilkan
kesombongan, baik dilihat dari tingkah lakunya maupun dari perkataannya.
6. Sikap kikir (Al-Bukhlu), yaitu sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan
jasa kepada orang lain.
7. Berbuat aniaya (Azh-Zhulmu), yaitu suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik
kerugian materiil maupun non materiil. Dan ada juga yang mengatakan bahwa
seseorang yang mengambil hak-hak orang lain termasuk perbuatan dzalim
(menganiaya).
3. Akhlak
terhadap Bukan Manusia (Lingkungan Hidup), diantaranya :
1.
Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.
2.
Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati,
flora dan fauna yang sengaja diciptakan Allah SWT. untuk kepentingan manusia
dan makhluk lainnya.
3.
Sayang pada sesama makhluk.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu komponen utama agama islam adalah
Akhlak. Suatu perbuatan baru dapat disebut sebagai cerminan akhlak jika
dilakukan berulang-ulang sehingga hampir menjadi suatu kebiasaan dan timbul
dengan sendirinya tanpa pertimbangan yang lama dan dipikir-pikir terlebih
dahulu. Secara garis besar akhlak dibagi menjadi dua Akhlak terhadap Allah dan
Akhlak terhadap makhluk Allah. Akhlak kepada Allah dibagi lagi menjadi dua
yaitu Akhlak baik dan buruk kepada Allah. Sedangkan Akhlak kepada Makhluk Allah
yaitu Akhlak terhadap Rasulullah (Nabi Muhammad SAW.), akklak terhadap Kedua
Orang Tua, Akhlak terhadap diri sendiri, Akhlak terhadap Keluarga, akhlak terhadap
Tetangga, Akhlak terhadap Kawan, Akhlak terhadap Masyarakat dan Akhlak terhadap
Non-Muslim.
B. Saran
Dalam
Islam salah satu komponen utama dalam agama adalah Akhlak. Maka kita sebagai
umat muslim harus memiliki Akhlak mulia, karena dengan Akhlak kita bisa
menjalin hubungan baik dengan Allah dan Makhluk Allah
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas,Yunahar, Prof. Dr. M.A.2008.Kuliah Akidah, Kuliah
Akhla.Yogyakarta:Belukar.
Azmi, Muhammad.2006.Pembinaan Akhlak
Anak Usia Pra Sekolah.Yogyakarta:Belukar.
Kahar, Masyhur.1985.Membina Moral Dan
Akhlak.Jakarta:Kalam Mulia.
Mth, Asmuni.1999.Akhlak Dalam
Perspektif Al-Qur’an.Jakarta:Kalam Mulia.
Syamsuri, Drs, H.2006.Pendidikan
Agama Islam SMA Jilid 2 Kelas XI.Jakarta:Erlangga.
Manan, Abdul, DKK.2009.Lembar Kerja
Siswa Pendidikan Agama Islam SMA Kelas XI.Surabaya:Cipta Sikan Kenjtana.
Comments
Post a Comment